Raja Salman
Juga Menghadapi Disruption –
Luar biasa! Itulah dua
kata yang saya dengar banyak dilontarkan masyarakat kita ketika membaca berita
tentang kunjungan Salman bin Abdulaziz al-Saud, Raja Arab Saudi. Mereka kagum.
Ada banyak hal yang mereka nilai luar biasa. Bahkan, sangat luar biasa.
Misalnya, soal jumlah rombongan. Ini
adalah kunjungan resmi—meski kedatangannya sekaligus untuk liburan. Dalam
kunjungan resmi, jarang sekali ada kepala negara/pemerintahan yang membawa
rombongan begitu besar. Ratusan orang, mungkin. Itu pun untuk sekelas Presiden
Amerika Serikat.
Ini, Raja
Salman, membawa rombongan sebanyak 1.500-an orang. Luar biasa! Masih ada lagi 15 menteri dan 25 pangeran. Selebihnya anggota keluarga,
pengawal, ajudan, staf kerajaan, sekretaris, asisten pribadi, dan seterusnya.
Isu luar biasa lainnya yang ramai
dibicarakan adalah soal kemewahan fasilitas untuk Sang Raja dan rombongannya.
Misalnya, tarif kamar hotelnya yang luar biasa. Per malam mencapai Rp133 juta.
Isu lainnya soal Raja Salman yang mem-booking tiga hotel papan atas
selama kunjungannya di Jakarta. Lalu, untuk liburan di Bali, rombongan Raja
Salman bahkan mem-booking sampai empat hotel dan menyewa 300-an
kendaraan.
Hal yang luar biasa lainnya adalah
sekarang semakin banyak ibu yang mulai ramai melirik layar smartphone-nya.
Setelah itu mereka saling berbisik dan kemudian tertawa cekikikan. Anda tahu
apa yang mereka lihat dan bicarakan?
Ada 25 pangeran yang bakal menemani
kunjungan Raja Salman di Indonesia. Beberapa fotonya muncul di layar smartphone
mereka. Kata ibu-ibu tadi, wow luar biasa tampannya. Sebagian di antara
mereka, terutama yang masih muda, lalu melamun. Mungkin membayangkan seandainya
saja menjadi suaminya.
Lalu,
bapak-bapaknya juga tak mau kalah. Di layar smartphone mereka muncul
gambar putri-putri Raja Salman yang luar biasa cantiknya! Sebagian sempat salah
karena yang ditampilkan wajahnya Kim Kardashian atau bintang film India.
Saya tersenyum sendiri membayangkan
fenomena tersebut. Sebab, tak ada di antara mereka yang bisa memastikan bahwa
foto-foto tersebut benar foto para pangeran atau para putri. Pokoknya selama
wajahnya terlihat kearab-araban, serta tampan atau cantik, sebut saja mereka
pangeran dan putri. Luar biasa!
Masih banyak
hal luar biasa lainnya yang bisa dibahas di sini. Misalnya, lamanya waktu
kunjungan, jumlah pesawat yang digunakan untuk mengangkut rombongan, eskalator
khusus, burung rajawali peliharaan para pangeran yang masing-masing punya
paspor sendiri, sampai kepada santunan kepada keluarga anggota Densus 88
Antiteror—yang meninggal karena tugas.
Saya yakin Anda masih punya daftar
luar biasa lainnya. Misalnya, kalau menurut saya, kesediaan Raja Salman untuk
berlibur ke Bali. Mengapa? Anda tahu, Bali adalah provinsi dengan penduduk
mayoritasnya beragama Hindu. Kesediaan Raja Salman berlibur ke Bali tentu
memberikan pesan tentang pentingnya kesediaan untuk hidup berdampingan secara
damai. Mau menerima perbedaan. Ia bahkan juga bersalaman dengan gubernur
ibukota yang juga berbeda keyakinan.
Juga agendanya menerima tokoh-tokoh
agama dari negeri ini. Bukan hanya tokoh agama Islam, tetapi juga tokoh-tokoh
dari agama lainnya. Dua agenda ini, menurut saya, adalah sebuah disruption
dari seorang raja. Ia berani membongkar tradisi lama, atau minimal membongkar
otak-otak kolot kita yang kurang rajin bergaul lintas peradaban, lintas bangsa.
Dan, ini menjadi penting bagi kita yang ke-bhinneka-annya tengah mengalami
banyak ujian.
Dua Faktor
Baiklah sekarang kita
bicara bisnis. Heboh kunjungan Raja Salman ke negara kita, dan sejumlah negara
lainnya, adalah penggalan dari potret perjalanan transformasi Kerajaan Arab
Saudi. Negara itu kini mulai menyadari bahwa mereka tak bisa lagi mengendalikan
roda pemerintahan, roda perekonomiannya, di tengah perubahan besar yang terjadi
di lingkungan sekitarnya yang ditenggarai dengan banyak “gangguan” atau disruption.
Peta geopolitik dunia kini sudah berubah.
Apa saja disruption-nya?
Pertama, penemuan shale oil dan shale gas di Amerika Serikat (AS)
yang membuat dunia kebanjiran minyak dan gas murah. Ingat disruption
berdampak deflasi berat. Berkat penemuan tersebut, kalau dihitung dengan
tingkat konsumsi seperti sekarang, kebutuhan migas AS bakal aman hingga 100
tahun ke depan. Maka, AS tak lagi bergantung pada pasokan migas dari Arab Saudi
dan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Bahkan akibat penemuan shale
oil dan shale gas tersebut, AS memangkas impor migas dari Arab
Saudi. Volume-nya tidak tanggung-tanggung, hingga 30%. Lalu, ke mana Arab Saudi “membuang”
kelebihan produksi minyak dan gasnya?
Banjirnya gas murah telah
membuat negara pemilik shale gas menyetop impor pupuk dan kini pupuk
impor yang murah mulai membanjiri asia yang bahkan berpotensi mengguncang
industri pupuk kita, minimal wilayah pasar ekspor kita.
Kedua, hukum pasar pun
berlaku. Akibat kelebihan pasokan, harga minyak dan gas di pasar dunia pun
turun. Harga minyak, misalnya, yang sempat menembus US$120 per barel kini
anjlok menjadi kurang dari separuhnya. Bahkan sampai kini harga minyak masih
bergerak pada kisaran US$50 per barel.
Dua faktor tadi
berimplikasi serius bagi Arab Saudi. Penerimaan negara pun berkurang. Apalagi
sekitar 70% pendapatan negara berasal dari minyak dan gas. Maka, tak heran
kalau pada tahun lalu, untuk menutupi anggaran belanjanya, Arab Saudi sampai
berutang.
Banyak pakar memprediksi
bahwa harga minyak yang rendah akan berlangsung secara berkepanjangan. Kalau
hal tersebut benar-benar terjadi, ini tentu akan memukul Arab Saudi. Lalu, apa
solusinya?
Saya kira, pengalaman
negara-negara yang tergabung dalam Uni Emirat Arab (UEA) bisa menjadi
referensi. Para emir di negara-negara tersebut sadar bahwa mereka tak boleh
menggantungkan hidupnya pada sumber daya yang tak dapat diperbaharui. Maka,
sejak beberapa tahun silam UEA mulai melakukan transformasi.
Mereka mulai melakukan disruption
dengan mengalihkan pendapatan negaranya dari minyak dan gas ke industri jasa.
Di antaranya, dengan mengembangkan bisnis pariwisata dengan membangun
gedung-gedung pencakar langit, pulau-pulau baru dan lain sebagainya sebagai
destinasi wisata.
Bahkan, UEA juga melakukan
transformasi terhadap industri penerbangannya. Kini, selama bertahun-tahun
maskapai-maskapai penerbangan asal UEA, seperti Emirates dan Etihad, selalu
menempati peringkat yang tinggi dalam survei yang dilakukan oleh Skytrax,
lembaga pemeringkat yang berbasis di London.
Potret Disrupsi
Berbekal
transformasi dan disrupsi tadi, dari tahun ke tahun kunjungan wisata ke UEA
terus meningkat. Arab Saudi, saya kira, punya modal untuk melakukan
transformasi perekonomiannya. Apa itu? Bisnis tumpahan dari Ibadah Haji.
Di
Indonesia, saya kira, kita bisa menyaksikan proses transformasi yang serupa.
Hanya kali ini dalam bisnis migas. Arab Saudi kini tak lagi menjual minyak
mentah, tetapi juga sekaligus membangun kilangnya. Jadi, minyak mentah asal
Arab Saudi diolah dulu di kilang. Kilangnya yang membangun juga Arab Saudi,
melalui Saudi Aramco—perusahaan migas milik negara.
Untuk
Anda ketahui, minyak mentah asal Arab Saudi tergolong jenis sour (masam)
karena tingginya kandungan sulfur. Jenis minyak mentah seperti ini tak
bisa diolah di sembarang kilang. Kilang minyak Pertamina yang di Cilacap,
misalnya, memang khusus dibangun untuk mengolah minyak mentah yang kita impor
dari Arab Saudi.
Anda
tahu, selalu ada nilai tambah dari proses hilirisasi. Bahkan, nilai tambahnya
semakin besar ketimbang kalau yang dijual adalah bahan baku atau bahan
mentahnya. Ini, saya kira, adalah potret lain dari transformasi tata kelola
perekonomian Arab Saudi.
Catatan
saya lainnya adalah soal kabar rencana Saudi Aramco untuk menjual sebagian
sahamnya. Ini adalah potret lain transformasi negara itu.
Kita
tahu, Arab Saudi adalah negara yang dikelola dengan sangat konservatif. Banyak
pimpinannya yang begitu kolot. Namun, langkah Raja Salman membuktikan bahwa
mereka tidak sekolot yang kita bayangkan. Kalau negara sekonservatif Arab Saudi
saja mampu berubah, mengapa kita tidak! Petuah yang saya pelajari mengatakan,
siapa yang tak melakukan self disruption, seriuh apapun kekuatan
ototnya, akan terdisrupsi.